TOMOHON; PERJUANGAN KOTA ADMINISTRATIF HINGGA KOTA OTONOM

Mal Pelayanan Publik Pemerintah Kota Tomohon di Wale Kabasaran kompleks Kantor Wali Kota Tomohon.

Tomohon, yang kini dikenal sebagai Kota Otonom di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), memiliki sejarah panjang sebelum mencapai statusnya saat ini. Awalnya, Tomohon merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Minahasa.

Dalam perkembangannya, Kecamatan Tomohon mengalami kemajuan signifikan, sehingga muncul aspirasi dari warga untuk meningkatkan status Tomohon menjadi Kota Administratif.

Perjuangan untuk membentuk Tomohon menjadi Kota Administratif pada akhirnya kandas. Nanti pada akhir dekade 1990-an dan awal tahun 2000-an, terbuka peluang untuk Tomohon diperjuangkan menjadi sebuah Kota Otonom.

PERJUANGAN MEMBENTUK KOTA ADMINISTRATIF

Gagasan pembentukan Kota Administratif Tomohon sempat mencuat pada akhir dekade 1980-an dan awal 1990-an.

Wacana untuk membentuk Kota Administratif ini didorong oleh sejumlah faktor, seperti pesatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk di Kecamatan Tomohon, letak geografis Kecamatan Tomohon yang sangat strategis (merupakan daerah perlintasan), potensi sumber daya alam dan pariwisata, produksi rumah kayu, perdagangan, pertanian serta objek wisata.

Potensi yang dimiliki Kecamatan Tomohon ini dan dasar pemikiran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat bersama Pemerintah Kabupaten Minahasa mulai mengajukan usul untuk pembentukan Kota Administratif Tomohon.

Dengan membentuk Kota Administratif Tomohon dianggap merupakan tahap transisi sebelum menjadi kota otonom. Dengan status Kota Administratif, Tomohon akan memiliki otonomi lebih luas dibanding kecamatan, terutama dalam urusan pemerintahan lokal.

Pengelolaan administrasi yang lebih mandiri diharapkan dapat mempercepat pembangunan wilayah Tomohon.

Meskipun konsep Kota Administratif Tomohon sempat dirancang, rencana tersebut akhirnya tidak terwujud. Hal ini karena, kebijakan pemerintah pusat diakhir 1990-an mulai mengutamakan pemekaran langsung menjadi kota otonom.

Sehingga dapat dikatakan rancangan pembentukan Kota Administratif Tomohon merupakan tonggak awal yang menggambarkan antusiasme masyarakat dan pemerintah daerah untuk meningkatkan status Tomohon. Meskipun rancangan tersebut tidak terwujud, upaya tersebut memberikan dasar kuat bagi perjuangan pembentukan Kota Otonom Tomohon yang dikenal sekarang ini.

PERJUANGAN PEMBENTUKAN KOTA OTONOM

Reformasi tahun 1998 membuka peluang lebih besar bagi daerah untuk mengajukan pemekaran menjadi Kota Otonom atau Kabupaten Otonom. Peluang ini pada akhirnya membawa aspirasi masyarakat Tomohon diarahkan langsung menuju pembentukan Kota Otonom tanpa melalui tahap Kota Administratif.

Awalnya rancangan membentuk Kota Otonom Tomohon melibatkan tiga kecamatan, yakni Kecamatan Tomohon, Tombariri dan Pineleng. Namun, dengan berbagai saran dan pertimbangan akhirnya Kecamatan Tombariri dan Pineleng tidak bisa masuk dalam pembentukan Kota Otonom Tomohon.

Perjuangan pembentukan Kota Otonom Tomohon tidak lepas dari peran penting panitia yang terdiri dari para tokoh pejuang pembentukan kota yang memperjuangkan aspirasi masyarakat. Beberapa tokoh dan panitia ini bekerja keras untuk memastikan bahwa Tomohon dapat berdiri sebagai Kota Otonom terlepas dari Kabupaten Minahasa.

Panitia yang beranggotakan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan pemimpin daerah kemudian mengajukan aspirasi kepada pemerintah daerah hingga pemerintah pusat. Dalam proses ini panitia menyiapkan dokumen-dokumen pendukung, melakukan audiensi dan melobi legislatif dan eksekutif.

Proses panjang dijalani panitia untuk membentuk Kota Otonom Tomohon. Data-data diberikan kepada DPR RI maupun pemerintah pusat di Jakarta, seperti data statistik, potensi ekonomi serta laporan kebutuhan administrasi untuk mendukung pemekaran wilayah.

Karena panitia didukung masyarakat, pemerintah pusat tidak bisa mengabaikan apirasi masyarakat yang telah menjadi suara kolektif.

Dalam perjalanan untuk membentuk Kota Otonom Tomohon dilalui penuh dinamika, tidak sedikit tantangan yang dihadapi oleh panitia, termasuk kebutuhan administrasi yang rumit serta penolakan dari pihak tertentu. Namun, dengan kesabaran disertai kegigihan, akhirnya Tomohon resmi menjadi Kota Otonom pada 27 Januari 2003.

Proses ini menunjukkan komitmen dan kerja keras berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, panitia dan masyarakat, dalam mewujudkan Tomohon sebagai Kota Otonom.

Hingga saat ini, nama-nama tokoh dan panitia yang berjasa dalam pembentukan Kota Otonom Tomohon terus dikenang oleh masyarakat. Pemerintah Kota Tomohon pun kerap memberikan penghargaan atau pengakuan kepada para pejuang ini sebagai wujud terima kasih atas jasa mereka.

Berikut kronologi singkat pembentukan Kota Otonom Tomohon:

Pada dekade 1990-an: Perjuangan membentuk Kota Otonom yang melibatkan Kecamatan Tomohon, Kecamatan Tombariri dan Kecamatan Pineleng.

Awal dekade 2000-an: Masyarakat di beberapa wilayah Kabupaten Minahasa mulai mengaspirasikan pemekaran daerah, termasuk pembentukan Kota Tomohon.

Tahun 2002: Bupati Kabupaten Minahasa (saat itu), Dolfie Tanor, bersama dengan Panitia Pembentukan Kota Tomohon, mengajukan aspirasi pemekaran ke DPR RI. Delegasi diterima Komisi 2 DPR RI.

27 Januari 2003: DPR RI mengesahkan UU Nomor 10 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) di Provinsi Sulut.. Undang-undang ini menjadi dasar hukum bagi pembentukan Kota Tomohon sebagai daerah otonom.

04 Agustus 2003: Kota Tomohon diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Hari Sabarno atas nama Presiden RI.

04 Agustus 2003: Boy Simon Tangkawarouw, dilantik sebagai Penjabat (Pj) Wali Kota Tomohon (04 Agustus-08 Maret 2005).

2004: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tomohon dengan para wakil rakyat terbentuk. Yang kemudian menelorkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Tomohon Nomor 22 Tahun 2005 tentang Lambang Daerah dan Perda Kota Tomohon Nomor 29 Tahun 2005 tentang Hari Jadi Kota Tomohon.

13 Juli 2005: Pelantikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tomohon (definitif pertama), Jefferson Soleiman Montesque Rumajar dan Linneke S Watoelangkow, oleh Pejabat Gubernur Provinsi Sulut, Lucky Korah, berdasarkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri No. 131.51-494 Tahun 2005 (Wali Kota) dan No. 131.51-495 Tahun 2005 (Wakil Wali Kota). Jefferson SM Rumajar dan Linneke S Watoelangkow adalah peraih suara terbanyak pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Scroll to Top